Andi Rustono mengumumkan langkah lanjutan PWI-LS usai aksi pengembalian uang bantuan tersebut.
“Setelah ini, kami akan menyambangi gedung DPRD Kabupaten Pemalang. Kami akan mendesak agar segera dibentuk Panitia Khusus (Pansus) atas tragedi Pegundan berdarah ini. Kami ingin semua fakta dibuka terang benderang, dan jangan sampai ada lagi nyawa yang jadi korban dari konflik politik dan sektarian,” pungkas Bung Andi Rustono di depan Pendopo Kabupaten Pemalang.
Sikap PWI-LS hari ini menegaskan bahwa kehormatan, keadilan, dan keberpihakan pada korban tidak bisa digadaikan hanya dengan sebundel uang atau panggung pencitraan. Di tengah krisis moral dan sosial, suara perlawanan mereka justru menjadi alarm keras bagi para pemegang kekuasaan.
DPD PWI-LS Kabupaten Pemalang Jawa Tengah Sorotan Sorotan Berita Viral pengikut Pengikut Publik Viral Sorotan Public TV Di bawah terik matahari siang, halaman depan Pendopo Kabupaten Pemalang menjadi saksi suara keras yang dilontarkan oleh PWI-LS (Perjuangan Walisongo Indonesia Laskar Sabilillah). Dalam wawancara eksklusif bersama awak media, Bung Andi Rustono, juru bicara Divisi Seni dan Budaya DPD PWI-LS Pemalang, menyuarakan sikap tegas menolak upaya rekonsiliasi dengan ormas FPl yang disebut-sebut telah menyebabkan bentrokan berdarah di Desa Pegundan, Kecamatan Petarukan, pada 23 Juli 2025 lalu.
Menjawab pertanyaan wartawan tentang kemungkinan rekonsiliasi, Bung Andi justru balik bertanya dengan tajam:
“Apakah kami, PWI-LS, harus berdamai dengan organisasi yang telah pernah dilarang oleh negara? Lalu apakah negara—termasuk aparat kepolisian—akan memfasilitasi rekonsiliasi dengan ormas yang pernah masuk daftar hitam pemerintah sendiri?”
Pertanyaan itu bukan tanpa alasan. Insiden kekerasan di Pegundan, yang menyeret PWI-LS dan FPl ke dalam konflik terbuka, masih menyisakan luka dan ketidakpercayaan. Belum reda penderitaan korban, kini muncul narasi damai yang dinilai oleh PWI-LS sebagai upaya menormalisasi kehadiran kelompok yang mereka anggap tidak sah secara hukum dan moral.
Saat ditanya soal dugaan keberpihakan Pemerintah Daerah terhadap kelompok tertentu, Bung Andi memberikan jawaban lugas:
“Kehadiran mereka satu panggung dengan Bupati harusnya sudah cukup menjawab semua pertanyaan itu. Jadi, kami kembalikan uang itu bukan karena sombong. Tapi demi menjaga marwah PWI-LS, demi kehormatan, dan demi harga diri kami sebagai organisasi yang berpihak pada keadilan.”
Ia menegaskan bahwa penolakan dana bantuan senilai Rp 21 juta lebih dari Pemkab Pemalang bukan tindakan emosional, melainkan sikap moral.
Lebih jauh, Bung Andi juga menyoroti latar belakang politik sang Bupati yang menurutnya selama ini dekat dengan kelompok muhibbin habaib, yang secara simbolik ditunjukkan dalam kehadirannya dalam Tabligh Akbar bersama Habib R!z!eq.
“Berhentilah jadi muhibbin! Kita semua tahu jejak politik beliau kemarin—jelas sekali kedekatannya dengan para habaib. Ini bukan waktunya bermain citra, ini waktunya memihak rakyat dan menyelesaikan konflik dengan benar,” tegasnya.
Sementara itu, KH. Ismail, selaku Kasepuhan PWI-LS Ranting Desa Klareyan, turut menyerukan agar Bupati dan jajaran Pemda memiliki sensitivitas dalam membaca kondisi sosial masyarakat. Beliau meminta agar keputusan-keputusan politik tidak diambil secara gegabah, apalagi mengabaikan luka masyarakat pasca-bentrokan.
“Kami harap Bupati bisa bersikap adil dan arif. Lihat kondisi lapangan, jangan hanya panggung politik. Jangan lukai hati masyarakat dengan langkah-langkah yang bias,” ujar KH. Ismail. (red./kd)